Jumat, 12 April 2013
Makalah Masail Fikih
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, berkat hidayah, ridho dan inayah-Nya, penulis dapat menyusun makalah ini. Shalawat dan salam, secara khusus disampaikan kepada Rasul Allah SAW, serta Keluarganya, Sahabatnya, dan pengikut setianya sampai akhir zaman.
Adapun penyusunan makalah ini di latar belakangi dengan penugasan yang diberikan pada mata kuliah Masaail Al-fiqih. Hal ini sangat berguna sekali bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta melatih diri dalam pembuatan atau penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta bimbingan yang bersifat membangun guna perbaikan makalah selanjutnya.
Dan penulis ucapkan banyak terima kasih kepada segenap pihak yang membantu dalam penyusunan Makalah ini, dan khususnya kepada Bapak Wasehudin, MA. Yang senantiasa membimbing dan membina dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT. membalas amal baik mereka dengan pahala yang berlipat. Dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca yang budiman.
Serang, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dan Pengertian Nikah Beda Agama 2
B. Hukum Pernikahan Beda Agama 3
1. Pernikahan Muslimah dengan Laki-laki Non Muslim 4
2.Pernikahan Lelaki Muslim dengan Perempuan Non Muslim 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 9
Lampiran – Lampiran 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kondisi masyarakat Indonesia yang beragam, dari segi suku, agama, dan ras, terdapat berbagai macam masalah yang timbul di dalamnya. Salah satu masalah yang menjadi sorotan dalam konflik-konflik yang timbul dalam masyrakat sekarang ini ialah dimana kita sering jumpai terjadinya perlangsungan pernikahan beda agama. Kontak antar masyarakat yang berbeda latar belakang ini pada kemudian hari menimbulkan adanya suatu fenomena dalam masyarakat yaitu berupa perkawinan campuran.
Dengan adanya berbagai perbedaan pandangan perkawinan beda agama ini, maka tim penyusun makalah ini tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, terutama dilihat dari perspektif hukum Islam. Hal ini dikarenakan tidak dapat kita pungkiri, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam sehingga sudah barang tentu hukum Islam diperhitungkan sebagai salah satu sistem hukum yang banyak hidup di tengah masyarakat Indonesia. Dengan begitu hukum Islam dapat menjadi salah satu tolak ukur dalam menilai masalah perkawinan beda agama ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Nikah Beda Agama?
2. Bagaimana hukum pernikahan wanita muslim dengan laki-laki non muslim?
3. Bagaimana hukum pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan non
muslim?
4. Bagaimana hukum pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan ahlikitab?
5. Bagaimana hukum Lelaki muslim menikah dengan perempuan non ahli kitab?
BAB I
PEMBAHASAN
A. Konsep dan Pengertian Nikah Beda Agama
Kata nikah menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti bergaul, bercampur, menghimpun, atau mengumpulkan. Dalam arti fikih, nikah (kawin) adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri. Tujuan perkawinan dalam islam adalah membentuk keluarga yang rukun, damai, serta penuh kasih sayang untuk mendapatkan keturunan yang sah.
Menurut syara’ nikah adalah suatu aqad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafadh اِنْكَا حٍ (menikahkan) atau تزويج (mengawinkan), kata nikah itu sendiri secara hakiki bermakna aqad, dan secara majaziy bermakna persetubuhan, menurut pendapat yang lebih shahih.
Menurut buku Departemen Agama RI, yang dimaksud pernikahan adalah akad yang menghalalkan antara laki-laki dan perempuan dengan akad menikahkan atau mengawinkan.
Dalam pengertian yang luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari’at islam.
Menurut mazhab Maliki, pernikahan adalah “Aqad yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita”. Dengan aqad tersebut seseorang akan terhindar dari perbuatan haram (zina). Menurut mazhab Syafi’i pernikahan adalah “Aqad yang menjamin diperbolehkan persetubuhan”. Sedang menurut mazhab Hambali adalah “Aqad yang di dalamnya terdapat lafazh pernikahan secara jelas, agar diperbolehkan bercampur”.
Menikah dengan pasangan yang se-agama tentu tidak akan susah-susah mengurus segala sesuatu mulai dari restu keluaga, juga dalam berhubungan dengan pemuka agama yang menikahkan hingga pegawai pencatat nikah. Akan tetapi ceritanya akan lain kalau Anda sudah berketetapan hati untuk menikah dengan seseorang yang merupakan pasangan hidup anda. Bukan sekedar karena sudah bilang mencintai, tapi juga niat tulus untuk berbuat baik dan membangun keluarga bersama dalam sebuah ikatan. Tetapi niat baik itu akan terbentur tembok agama dan juga birokrasi hukum.
Pernikahan antar agama, dapat diartikan sebagai perkawinan dua insan yang berbeda agama, kepercayaan atau paham. Yang dimaksud dengan beda agama disini adalah perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim maupun sebaliknya laki-laki muslim dengan perempuan non muslim. Dalam istilah fiqih disebut kawin dengan orang kafir. Orang yang tidak beragama islam dalam pandangan islam dikelompokkan kepada kafir kitabi, yang disebut juga dengan ahli kitab, dan kafir bukan kitabi atau disebut juga musyrik.
B. Hukum Pernikahan Beda Agama
Ketika membicarakan tentang orang-orang yang boleh dan haram untuk dinikahi, maka kita tidak bisa melepaskan pembicaraan lebih jauh mengenai hukum menikah dengan ahli kitab, kita harus memberi batasan terlebih dahulu apa yang dimaksud ahli kitab, karena banyak orang yang mengira bahwa setiap non muslim atau orang kafir itu adalah ahli kitab.
Ada banyak pendapat mengenai siapa ahli kitab. Jika kita mengacu pada beberapa ayat al-Qur’an yang menyebutkan ahli kitab biasanya ayat tersebut menunjuk pada komunikasi nasrani dan yahudi. Akan tetapi Imam Syafi’i membatasi pengertian ahli kitab hanya kepada orang-orang yahudi dan nasrani dari keturunan Bani Israil.
Adapun hukum pernikahan beda agama, yaitu:
1) Pernikahan Muslimah dengan laki-laki non muslim
Perkawinan antara perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim, baik musyrik, maupun ahli kitab, Islam dengan tegas melarangnya perempuan muslimah tidak boleh nikah dengan laki-laki lain, baik dia itu ahli kitab ataupun lainnya dalam situasi dan keadaan apapun. Pelanggaran terhadap perkawinan beda agama didasarkan pada ayat 221 surah al-Baqarah.
• • ••
Artinya : Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
Asbabun nuzul dari surat Al-Baqarah ayat 221 yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang bersumber dari Muqatil, bahwasannya dalam potongan ayat, Wa laa tangkihul musyrikaati hattaa yu’min ..... (Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik, sebelum mereka beriman …..), ini sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsidal-Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi saw, untuk menikahi dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.
Selain hukum pernikahan beda agama di atas, para tokoh Islam juga berpendapat mengenai hukum nikah beda agama, antara lain:
Menurut Sayid Sabiq, mengatakan bahwa ulama fiqih sepakat mengharamkan perkawinan perempuan muslim dengan pria non muslim dari golongan manapun.
1. Menurut Ali ash-Shabuni dalam Q.S. al-Mumthahanah ayat 10, mengandung kemutlakan yang mencakup juga ahli kitab dan non muslim lainnya termasuk murtad dari islam.
2. Menurut Maulana Muhammad Ali, mengatakan bahwa Al-Qur’an sebenarnya tidak menyebutkan secara tegas larangan perkawinan wanita muslim dengan pria non muslim.
2) Pernikahan Lelaki muslim dengan perempuan non muslim
Pernikahan seorang lelaki muslim dengan perempuan non muslim terbagi atas 2 macam yaitu :
1. Lelaki muslim menikah dengan perempuan ahli kitab.
Mengawini perempuan ahli kitab bagi laki-laki muslim sebenarnya dibolehkan, karena ada petunjuk yang jelas yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Agama islam membolehkan penganutnya yang laki-laki mengawini perempuan ahlul kitab, sebagaimana halalnya memakan makannya (sembelihannya). Kebolehan ini bertujuan untuk membuka sikap toleransi terhadap penganut agama lain, dan memungkinkan terjadinya upaya suami untuk mendidik istrinya menganut agama islam, karena tabia’tnya sebagai pemimpin dalam rumah tangganya. Pendapat ini berdasarkan pada sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
•
Artinya : Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.
Menurut Yusuf Al-Qardhawi berpendapat tentang bolehnya seorang lelaki muslim menikah dengan perempuan kitabiyah, sifatnya tidak mutlak, tetapi dengan syarat yang sangat ketat, yaitu:
1. Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi. Tidak ateis, tidak murtad dan tidak beragama yang bukan agama samawi.
2. Wanita kitabiyah yang muhshanah.
3. Ia bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau peperangan dengan kaum muslimin.
4. Dibalik perkawinan dengan kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu mafsadat atau kemurtadan (keluar dari agama Islam). Makin besar kemungkinan terjadinya kemurtadan makin besar tingkat larangan dan keharamannya. Nabi Muhammad saw, bersabda.
لَاضِرَا وَلَاضِرَارَ .
Artinya : “tidak bahaya dan tidak membahayakan”.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab:
1. Menurut pendapat jumhur ulama’ baik hanafi, maliki, syafi’i, maupun hambali, keempat mazhab ini sepakat bahwa seorang laki-laki muslim boleh mengawini wanita ahli kitab, yakni wanita-wanita Yahudi dan Nasrani dan tidak sebaliknya.
2. Menurut para Ulama Imamiyah sepakat bahwa wanita muslim tidak boleh kawin dengan laki-laki ahli kitab, tetapi mereka berbeda pendapat tentang kebolehan laki-laki muslim mengawini wanita ahli kitab, mereka mendasarkan pendapatnya pada firman Allah yang berbunyi:
……. .....
Artinya : …Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. ….. (QS. Al-Mumtahanah: 10)
2. Lelaki muslim menikah dengan perempuan non ahli kitab / perempuan musyrik
Perempuan musyrik yaitu yang percaya kepada banyak tuhan atau tidak percaya sama sekali kepada Allah, haram dinikahi oleh seseorang muslim. Keharaman kawin laki-laki muslim dengan perempuan musyrik ini sudah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 221 yang secara tegas menunjukkan keharaman menikah dengan kaum musyrik.
Selain hukum pernikahan beda agama di atas, para tokoh islam juga berpendapat mengenai hukum nikah beda agama, antara lain:
1. Menurut Ibnu Umar, berpendapat bahwa hukum perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab adalah haram.
2. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal, melarang perkawinan pria muslim dengan wanita musyrik dan membolehkan dengan wanita yahudi dan nasrani. Sekalipun ahli kitab tersebut meyakini trinitas tidak menjadi persoalan karena yang terpenting mereka mempunyai kitab samawi dan tetap berstatus sebagai ahli kitab.
Perkawinan pria muslim dengan wanita bukan ahli kitab terbagi kepada:
1. Perkawinan dengan wanita musyrik
Agama Islam tidak memperkenankan pri muslim kawin dengan wanita musyrik, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Q.S. Al-Baqarah: 221. Ayat tersebut dengan jelas melarang mengawini wanita musyrik. Demikian pendapat para ulama menegaskan demikian.
2. Perkawinan dengan wanita majusi
Pria muslim juga tidak diperbolehkan mengawini wanita majusi (penyembah api), sebab mereka tidak termasuk ahli kitab. Demikian pendapat jumhur ulama dan yang dimaksud ahli kitab adalah yahudi dan nashara.
3. Perkawinan dengan wanita shabi’ah
Shabi’ah adalah satu golongan dalam agama nasrani: shabi’ah dinisbatkan kepada Shab paman Nabi Nuh as. Ada pula yang berpendapat, dinamakan Shabi’ah, karena berpindah dari satu agama kepada agama lain.
4. Perkawinan dengan wanita penyembah berhala
Para ulama’ telah sepakat, bahwa pria muslim tidak boleh kawin dengan wanita penyembah berhala dan penyembah benda-benda lainnya, karena mereka termasuk orang-orang kafir.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagaimana ajaran yang paripurna, Islam telah memberikan aturan yang jelas mengenai pernikahan. Karena pernikahan merupakan ritual penting yang tidak hanya menyangkut masalah fiqih. Pernikahan ternyata juga menyangkut masalah sosial, budaya dan politik yang lebih kompleks. Seorang muslim harus memandang perkawinan dari perspektif yang komprehensif. Apalagi jika menyangkut perkawinan dengan non muslim.
Sedangkan menurut hukum Islam Menikah dengan wanita musyrik jelas tidak diperbolehkan, namun dengan ahli kitab ada dasar yang membolehkan yakni Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 5, dalam hal ini pernikahan dengan ahli kitab bisa ditolerir. Sebab dalam aspek teologis, konsep ketuhanan, rasul, hari akhir, dan prinsip-prinsip agama banyak persamaan. Hanya saja perlu diingat bahwa kebolehan menikah dengan ahlu kitab hanya berlaku bagi lelaki muslim dengan wanita ahlu kitab, bukan sebaliknya.
Adapun hukum pernikahan beda agama jika disimpulkan yaitu:
Suami Islam, istri ahli kitab = boleh.
Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram.
Suami ahli kitab, istri Islam = haram.
Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram.
Meskipun seorang laki-laki muslim boleh menikahi dengan ahli kitab tetapi bukan berarti dia bebas memilih perempuan ahli kitab yang diinginkannya. Ada beberapa ketentuan yang wajib diperhatikan atau dijaga ketika seorang lelaki muslim mengawini seorang wanita ahli kitab. Meskipun menikahi wanita-wanita ahli kitab diperbolehkan agama tetapi karena banyak madhorot yang ditimbulkannya maka sudah seharusnya seorang laki-laki muslim lebih memilih perempuan muslimah ketimbang wanita ahli kitab.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar